Lambaik Manalu
Batak Pos: Demi
cita cita, berjalan kaki sejauh 13 km
“ANAKHON HI DO HAMORAON DI AHU” Falsafah orang batak ini,
menyatakan anak adalah harta yang paling berharga bagi orang tua. Demi anak,
orang tua dengan gigih menyekolahkan anaknya sampai jenjang kualifikasi pendidikan
yang dapat ditempuh oleh sianak.
Susi Susanti br Siregar memiliki citacita jadi Polisi,
memanfaatkan semangat pendorong dari orang tua untuk menempuh ilmu. Dari tempat
tinggal orangtuanya di Dusun Lobu Harambir Desa Bonani Dolok Kecamatan Purba
Tua Kabupaten Tapanuli Utara, setiap hari Susi berjalan kaki menuju sekolahnya
di SMP Negeri 1 Purba Tua sejauh 13 kilometer selama tiga jam.
Susi, siswa kelas 1 SMPN 1 Purba Tua itu mengakui keresahan
hatinya dalam menuntut ilmu. Ketika duduk kelas empat SD, dirinya harus
berjalan kaki kesekolah. Awalnya Susi merasa jenuh berjalan. Berawal dari
keterpaksaan berjalan kaki, kelamaan akhirnya sudah terbiasa. Jalan yang
dilalui sangat sepi dan kondisi jalannya yang mendaki dan menurun. “Mulai kelas
empat SD saya harus sekolah ke Desa Purba Tua,” ujarnya.
Di Lobu Harambir dia bersekolah hanya sampai kelas tiga
saja. Karena kekurangan tenaga guru di sekolah tersebut sehingga terpaksa muridnya
yang pindah ke kota kecamatan melanjutkan studi mereka.
Berangkat kesekolah dari kampungnya pada pukul 05.00 Wib.
Susi harus mengisi perut agar memiliki tenaga yang cukup untuk menempuh
perjalanan. Bersama teman-temannya mereka berangkat sesubuh itu beramai-ramai
dengan menggunakan senter. Udara begitu dingin saat berangkat sekolah, kadang
harus menggigil diperjalanan. Mereka tiba disekolah sekitar pukul 7.30 Wib.
Terkadang bisa juga terlambat.
Sebelumnya jalan yang mereka lalui adalah jalan setapak mirip
jalan tikus. Kemudian pada tahun 2006 Pemkab Tapanuli Utara melakukan pembukaan
jalan baru, namun kondisinya saat ini sangat memprihatinkan. Dikanan
perbukitan, dikiri terdapat jurang. Bila musim hujan jalan akan sangat licin
dan berlumpur. Menurut Susi, sepeda saja susah masuk.
Belum lagi setibanya disekolah, mereka bersama teman-teman
sudah berkeringat jagung usai menempuh perjalanan yang begitu jauh. Sehingga
pakaian sekolah yang dikenakannya basah oleh air keringatnya sendiri. Kondisi
ini sering membuat mereka kurang konsentrasi dalam mengikuti pelajaran di
sekolah. Sampai disekolah sudah capek.
Saat cuaca hujan, mereka terkadang menunda keberangkatannya
ke sekolah. Bahkan tak jarang mereka kehujanan ditengah jalan ketika berangkat
ke sekolah. Di sepanjang jalan lokasi hutan dan kebun kopi, mereka sulit
menemukan tempat berteduh. Untung saja beberapa lokasi dalam perjalanan
terdapat gubuk kecil yang dibuat oleh petani sebagai tempat beristirahat. Kalau
hujannya deras, dia bersama teman-temannya berteduh digubuk itu.
Pulang sekolah sekitar pukul 14.00 Wib. Mereka juga harus
menempuh perjalanan pulang seperti waktu berangkat sekolah pagi. Perbedaannya
hanya tidak sedingin udara pagi, tapi kondisi perut sudah mulai keroncongan.
Untuk makan atau jajan di kantin dekat sekolah, mereka tidak punya bekal uang
jajan dari rumah. Untuk bisa bayar uang sekolah saja sudah syukur.
Sesampainya dirumah, Susi langsung mengisi perut dengan
lahap. Itupun kalau makanan sudah tersedia dirumah. Terkadang harus memasak
dulu, karena orang tua mereka sejak pagi juga sudah pergi bekerja keladang.
Memasak makanan sekalian untuk makan malam. Karena mereka pulang sekolah sampai
di rumah sudah sore menjelang senja.
Susi Susanti, yang sudah remaja selama bersekolah tidak
punya kesempatan membantu orang tua. Baik untuk pekerjaan rumah maupun untuk
pekerjaan bertani di ladang mereka untuk meringankan beban orang tua. Atau hitung-hitung
sebagai tambahan uang sekolah maupun mendapatkan penghasilan tambahan bagi
orang tua mereka sehingga mereka bisa mendapatkan uang jajan.
Dari dusun itu, menurut Susi ada sekitar 30 orang siswa yang
sekolah ke Desa Purba Tua. Terkadang ada yang tidak tahan berjalan sejauh itu,
mereka minta tinggal dirumah keluarganya yang ada di dekat sekitar sekolah.
Untuk menyewa kost terkadang sulit, karena ekonomi yang lemah. Sebagian ada
yang putus sekolah karena tidak ada keluarga di dekat sekolah.
Demi cita-citanya menjadi seorang Polisi Wanita (Polwan)
Susi Susanti tetap bertahan untuk melanjutkan studinya meski harus berjalan
sejauh itu. Dia ingin menjadi orang yang berhasil kelak. Kondisi yang dirasakan
sekarang ini dijadikannya sebagai motivasi untuk mendorong semangat hidupnya
meraih cita-cita.
“Saya ingin menjadi Polwan,” ujarnya sembari berjalan pulang
hanya dengan memakai sendal jepit dan pakaian yang koyak.
Susi mengharapkan Pemkab Tapanuli Untara segera membangun
sarana jalan ke kampungnya agar mereka tidak lagi seperti terisolir. Ia ingin
agar adik-adiknya kelak tidak lagi merasakan apa yang telah mereka alami jika
pembangunan jalan sudah dapat dirampungkan.
0 komentar:
Posting Komentar